Sejauh ini keberadaan video game lebih banyak berkesan negatif sebagian besar orang tua. Pasalnya, rata-rata orang tua berkeyakinan video game merupakan faktor dibalik persoalan kekerasan dan obesitas yang mendera anak-anak.
Akan tetapi, fakta itu tidaklah sepenuhnya benar. Sebuah riset yang diterbitkan journal Perception baru-baru ini menyimpulkan, video games yang selama ini menjadi kambing hitam atas "ketidakberesan" pada anak-anak ternyata mampu meningkatkan ketajaman dan akurasi berpikir mereka.
Game bertema petualangan misalnya, peneliti berkeyakinan bahwa anak-anak yang mengemari game bertema itu memiliki efek positif berupa peningkatan kecepatan berpikir si anak. Sedangkan, anak-anak yang menggemari game bertema teka-teki memiliki efek positif berupa peningkatan akurasi berpikir mereka.
Riset yang dipimpin oleh Rolf Nelson, Profesor asal Wheaton College ini Norton, Massachusset, AS, mendapati kesimpulan itu usai menjalani riset yang melibatkan 20 anak-anak, yang diberikan tugas bermain game bertemakan petualangan atau game bertema teka-teki selama satu jam.
"Bermain game membutuhkan kecepatan fokus perhatian dan pergerakan motorik sehingga mampu menghasilkan strategi prima yang akurat," terang Nelson seperti dilansir Healthday, Senin (27/12).
"Sementara itu efek yang berbeda akan tampak tergantung dari jenis game yang dimainkan. Intinya, perbedaan jenis game yang dimainkan akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan tentu saja ada efek berbeda," tuturnya.
Hasil yang sama juga tercatat pada riset sebelumnya yang dikerjakan Dapne Bavelier, peneliti asal University of Rochester, New York. Dalam riset itu, Dapne menyimpulkan, anak-anak yang bermain video game akan meningkatkan kemampuan kordinasi antara tangan dan mata, meningkatkan kemampuan visual, meningkatkan kemampuan mental dan meningkatkan kemampuan bagian otak yang berhubungan dengan visual.
Meski memiliki dampak positif bagi kemampuan berpikir anak, para peneliti rupanya tidak mau gegabah merekomendasikan video game menjadi bagian dari sistem pembelajaran anak. Terkait hal itu, Nelson berpendapat, peneliti masih membutuhkan waktu yang panjang guna mendapatkan rekomendasi tersebut.
"Satu hal yang membuat keinginan itu sulit tercapai yakni kebanyakan pengembang video game rata-rata masih berorientasi industri hiburan dan tujuan dari pengembang video game adalah menciptakan perhatian selama mungkin tanpa berpikir dampak negatif yang terjadi. Sebab itu, tidaklah mudah untuk memperkirakan jenis efek apa yang diberikan dari setiap jenis video game," tegasnya.
Sementara itu, Peneliti asal Beckman Institute, University Illinois, Candramallika Basak menilai keberadaan video game disatu sisi butuh pengembangan dan melintasi keinginan untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak guna menunjang pertumbuhannya. Sebabnya, Basak menyarankan kepada setiap orang tua untuk memilihkan permainan yang tepat bagi keperluan pengembangan kemampuan.
"Mungkin saja video game mendapatkan tempat guna menjadi medium pengembangan kemampuan anak tapi tidak bisa menggantikan posisi latihan secara fisik dan interaksi sosial sebagai bagian dari pengembangan anak," tukasnya.
Basak menilai, video game sebaiknya diletakkan pada posisi pelengkap pendidikan bukan sebagai program yang berdiri sendiri."Pelatihan yang bagus tentu berkaitan erat dengan pelatihan secara fisik, pelatihan berpikir dan interaksi sosial. Bila ketiganya digabungkan tentu menyenangkan," ujarnya.
Ditambahkan Nelson, apa yang telah dilakukan pengembang video game sebenarnya sudah tepat. Hanya saja, pengembang game tidak serta merta melihat video game sebagai bagian dari usaha meningkatkan pembelajaran si anak tapi lebih kepada perkembangan bisnis belaka.
Akan tetapi, fakta itu tidaklah sepenuhnya benar. Sebuah riset yang diterbitkan journal Perception baru-baru ini menyimpulkan, video games yang selama ini menjadi kambing hitam atas "ketidakberesan" pada anak-anak ternyata mampu meningkatkan ketajaman dan akurasi berpikir mereka.
Game bertema petualangan misalnya, peneliti berkeyakinan bahwa anak-anak yang mengemari game bertema itu memiliki efek positif berupa peningkatan kecepatan berpikir si anak. Sedangkan, anak-anak yang menggemari game bertema teka-teki memiliki efek positif berupa peningkatan akurasi berpikir mereka.
Riset yang dipimpin oleh Rolf Nelson, Profesor asal Wheaton College ini Norton, Massachusset, AS, mendapati kesimpulan itu usai menjalani riset yang melibatkan 20 anak-anak, yang diberikan tugas bermain game bertemakan petualangan atau game bertema teka-teki selama satu jam.
"Bermain game membutuhkan kecepatan fokus perhatian dan pergerakan motorik sehingga mampu menghasilkan strategi prima yang akurat," terang Nelson seperti dilansir Healthday, Senin (27/12).
"Sementara itu efek yang berbeda akan tampak tergantung dari jenis game yang dimainkan. Intinya, perbedaan jenis game yang dimainkan akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan tentu saja ada efek berbeda," tuturnya.
Hasil yang sama juga tercatat pada riset sebelumnya yang dikerjakan Dapne Bavelier, peneliti asal University of Rochester, New York. Dalam riset itu, Dapne menyimpulkan, anak-anak yang bermain video game akan meningkatkan kemampuan kordinasi antara tangan dan mata, meningkatkan kemampuan visual, meningkatkan kemampuan mental dan meningkatkan kemampuan bagian otak yang berhubungan dengan visual.
Meski memiliki dampak positif bagi kemampuan berpikir anak, para peneliti rupanya tidak mau gegabah merekomendasikan video game menjadi bagian dari sistem pembelajaran anak. Terkait hal itu, Nelson berpendapat, peneliti masih membutuhkan waktu yang panjang guna mendapatkan rekomendasi tersebut.
"Satu hal yang membuat keinginan itu sulit tercapai yakni kebanyakan pengembang video game rata-rata masih berorientasi industri hiburan dan tujuan dari pengembang video game adalah menciptakan perhatian selama mungkin tanpa berpikir dampak negatif yang terjadi. Sebab itu, tidaklah mudah untuk memperkirakan jenis efek apa yang diberikan dari setiap jenis video game," tegasnya.
Sementara itu, Peneliti asal Beckman Institute, University Illinois, Candramallika Basak menilai keberadaan video game disatu sisi butuh pengembangan dan melintasi keinginan untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak guna menunjang pertumbuhannya. Sebabnya, Basak menyarankan kepada setiap orang tua untuk memilihkan permainan yang tepat bagi keperluan pengembangan kemampuan.
"Mungkin saja video game mendapatkan tempat guna menjadi medium pengembangan kemampuan anak tapi tidak bisa menggantikan posisi latihan secara fisik dan interaksi sosial sebagai bagian dari pengembangan anak," tukasnya.
Basak menilai, video game sebaiknya diletakkan pada posisi pelengkap pendidikan bukan sebagai program yang berdiri sendiri."Pelatihan yang bagus tentu berkaitan erat dengan pelatihan secara fisik, pelatihan berpikir dan interaksi sosial. Bila ketiganya digabungkan tentu menyenangkan," ujarnya.
Ditambahkan Nelson, apa yang telah dilakukan pengembang video game sebenarnya sudah tepat. Hanya saja, pengembang game tidak serta merta melihat video game sebagai bagian dari usaha meningkatkan pembelajaran si anak tapi lebih kepada perkembangan bisnis belaka.
loading...
informasi yang bagus..
BalasHapuskebetulan anak di rumah seneng maen game..