Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi manusia, jauh lebih penting dari kebutuhan dasar lainnya. Karena itu ketersediaan air bersih disamakan dengan pemenuhan hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup sehat. Masalahnya, apakah air yang kita minum dari PAM layak konsumsi?
Ada dua macam sumber air bersih, yakni air tanah dan air yang didistribusikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Karena pajak untuk air tanah sangat tinggi, terutama di Jakarta, penduduknya "terpaksa" berlangganan air dari PDAM untuk keperluan sehari-hari, yakni mandi dan cuci, selain sebagai air minum.
Pajak tinggi diberlakukan karena pengambilan air tanah secara besar-besaran telah mengakibatkan turunnya permukaan tanah Jakarta, 6 hingga 12 cm setahun! Tak heran, banjir yang melanda Ibu Kota tambah lama tambah tinggi.
Sumber air bersih dari PDAM biasanya didapatkan dari sungai-sungai, dikenal sebagai air baku. Air baku inilah yang akan diproses sebelum didistribusikan ke rumah-rumah penduduk.
Bukan H2O
Untuk mempertahankan kebugaran, orang dewasa membutuhkan paling sedikit dua liter air bersih layak minum setiap hari. Diungkapkan DR. Dr. Rachmadhi Purwana, SKM, dari Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, air minum bukan berarti air murni (H20). Di dalamnya harus terkandung mineral dalam kadar tertentu yang tidak membahayakan kesehatan. Contoh mineral yang membahayakan, yakni PP (timah hitam atau timbel) dan arsen yang beracun dan bisa memicu kematian.
Menurut Peraturan Pengganti Undang-Undang Menteri Kesehatan No.907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus bebas dari kontaminasi bakteriologis, kimia, bahan organik, serta tidak mengandung pestisida dan desinfektan. Persyaratan ini dibuat karena air minum bisa menjadi sarana penularan penyakit.
Menurut DR. Rachmadhi, penyakit bisa berasal dari bahan hidup atau mikobra dan senyawa tak hidup atau logam dan senyawa kimia lain. Contohnya syarat bakteriologis, yakni air minum bebas dari bakteri E.coli, penyebab penyakit perut atau diare. Diare bisa terjadi bila air minum terkontak dengan kotoran manusia atau tinja.
"Bakteri E.coli merupakan bakteri patogen yang hidup dalam tubuh manusia. Keberadaan E.coli biasanya terdeteksi pada air yang baru saja terkontak dengan tinja. Karena E.coli tidak tahan hidup dalam air, dia akan hilang meskipun tinja masih ada," papar DR. Rachmadhi.
Untuk menghindari kontaminasi bakteri patogen yang merugikan, sebaiknya air direbus hingga benar-benar mendidih. Bila ragu-ragu, misalnya setelah direbus air berbau karbol, sebaiknya jangan diminum.
Batas aman
Di kota-kota besar, seperti Jakarta, kemungkinan air minum tercemar kotoran sangat besar. Seperti diungkapkan DR. Riant Nugroho dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, saat didistribusikan, sebenarnya air PAM sudah memenuhi standar kelayakan sebagai air minum. Air baku, sebagai sumber air yang didapatkan dari Instalasi Penjernihan Air (IPA) Jatiluhur, sudah diolah di instalasi-instalasi yang dimiliki PAM dengan hasil layak minum.
"Memang pernah ada kejadian, burung perkutut mati setelah diberi air PAM. Itu menandakan adanya bahan yang digunakan untuk mematikan bakteri patogen, dan jumlahnya pun harus tetap di bawah batas aman yang diperbolehkan untuk manusia. Yang paling aman, tampung air lebih dulu, lalu tunggu selama 10 menit sebelum diberikan kepada burung peliharaan," kata DR. Riant.
Masalahnya, dalam proses pendistribusian, banyak terjadi "kebocoran" yang bisa mengakibatkan mutu air PAM menurun. Kondisi inilah yang sampai sekarang masih coba diatasi pihak PAM DKI Jakarta.
"Kebocoran itu bisa macam-macam penyebabnya. Bisa pencurian air, kondisi pipa sudah tidak layak, atau konsumen memaksakan diri menyedot air PAM menggunakan pompa air karena mereka jengkel air keluar dalam jumlah kecil," tuturnya. "Kalau sudah begitu, kami tentu tidak bisa menjamin kualitasnya."
Penanganan air PAM oleh konsumen secara sembarangan, dijelaskan DR. Rachmadhi, juga berisiko menurunkan mutu air, misalnya bak penampungan yang sudah kotor atau berlumut. Karena itu, bak penampungan sebaiknya dikuras secara kontinyu.
Meski demikian, diakui DR. Riant, belum pernah ada keluhan kesehatan, misalnya gangguan kulit, terkait keberadaan air PAM.
Hindari Busa Berlimpah
Suka mencuci dengan busa melimpah? Merasa baju yang dicuci bisa lebih bersih bila memakai deterjen yang menghasilkan busa melimpah?
Mulai sekarang, tinggalkan kebiasaan buruk itu. Busa melimpah yang dihasilkan deterjen dalam proses pencucian, terutama baju, terbukti adalah sumber pencemar terburuk bagi mata air kita.
Deterjen adalah buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah bahan kimia lain seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. Deterjen menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) alkyl benzene sulfonat, yang mampu menghasilkan busa.
Busa inilah yang sampai sekarang diyakini bisa menghilangkan kotoran secara efektif. Masyarakat Indonesia yakin, semakin banyak busa yang dihasilkan, bisa semakin meringankan beban pekerjaan karena "bisa mencuci sendiri."
Opini yang sengaja dibentuk oleh produsen-produsen sabun cuci di Indonesia ini sungguh menyesatkan. Hasil beberapa penelitian, alkyl benzene sulfonat cenderung bersifat sebagai pencemar karena sifatnya yang sulit diurai oleh mikroorganisme. Karena itulah, di negara-negara maju, deterjen dengan busa berlimpah sudah dilarang digunakan karena tidak ramah lingkungan.
DR. Riant Nugroho, dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, menyebutkan bahwa deterjen nyata-nyata berpengaruh sangat buruk karena tidak bisa dihilangkan dalam proses pengolahan air baku menjadi air yang siap didistribusikan oleh perusahaan Pelayanan Air Minum (PAM). Satu-satunya cara yang mungkin dilakukan adalah membuangnya secara manual.
"Bisa Anda bayangkan, di setiap drum-drum pengolahan itu harus ada orang yang khusus mengambil busa deterjen menggunakan gayung sampai busa deterjen habis. Kami harus menggunakan cara manual karena tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan busa deterjen itu," katanya.
Tantangan baru bagi produsen sabun cuci atau deterjen di Indonesia.
Tak Layak Jadi Sumber Air Baku
The Curse City. Kota yang dikutuk. Julukan ini tampaknya pantas dilekatkan untuk Jakarta. Bayangkan, dari 13 sungai yang ada di Jakarta, tak satu pun layak dijadikan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduknya karena pencemarannya sangat buruk. Air baku inilah yang akan diolah sebelum didistribusikan ke rumah-rumah penduduk.
DR. Riant Nugroho dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum (PAM) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menyebutkan, kebutuhan air baku bagi penduduk Jakarta saat ini adalah 20 liter per detik. Pasokan yang bisa didapat dari Instalasi Penjernihan Air (IPA) di Jatiluhur, Jawa Barat, baru 16 liter per detik. Artinya, Jakarta bergantung pada pasokan air baku dari luar kota. Padahal, ada sekitar 15-20 persen air yang hilang selama proses pengolahan di instalasi-instalasi PAM.
Pasokan minim ini tentu berpengaruh kepada pelayanan air PAM. Keluhan yang sering terdengar adalah air mati hingga berhari-hari. Bila mengalir pun sangat sedikit. Baru agak melimpah di tengah malam, saat orang sedang tidur nyenyak.
"Kondisi demikian berdampak pada timbulnya pencurian yang dilakukan pelanggan. Pencurian ini bisa bermacam-macam caranya, salah satunya dengan menyedot memakai pompa bertenaga," kata DR. Riant.
Di sini kemudian berlaku hukum pasar. Karena tingginya permintaan air, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dengan mencuri air dalam jumlah besar untuk dijual lagi.
"Kami pernah menemukan pencurian air PAMM dalam skala besar di Jembatan Besi. Mereka menyiapkan penampung air berupa tangki yang ditaruh dalam truk. Pelakunya dibekingi pejabat," ujarnya.
Sayangnya, di Indonesia pencurian air tak dianggap serius, sehingga jarang diperkarakan sampai ke pengadilan. Kalaupun bisa, vonis yang dijatuhkan tidak memberi efek jera.
Tarif paling mahal
Tantangan lain di Jakarta, tarif air PAM rata-ratanya tertinggi di Asia, yaitu 70 cent dolar permeter kubik. Bandingkan dengan Singapura yakni 55, Filipina 35, Thailand 29, atau bahkan Malaysia yang hanya 22 cent dolar permeter kubik. Tarif tinggi ini berdampak pada permasalahan aksesibilitas air bersih bagi penduduk miskin.
Sebenarnya ada upaya "sederhana" untuk mengatasi ketersediaan air baku di kota Jakarta, khususnya. Semakin banyak air baku yang bisa dimanfaatkan, kuantitasnya bisa ditingkatkan dan tarif bisa ditekan. Upaya itu adalah melarang penduduk tinggal di bantaran sungai. Bila pun terpaksa membangun rumah dekat sungai, upayakan rumah menghadap sungai, bukan membelakangi.
Kecenderungan orang yang tinggal di bantaran sungai adalah membuang sampah di sana, yang bisa menyebabkan banjir dan membuatnya semakin tercemar.
Merkuri di Air Kita?
Masih ingat kehebohan di masyarakat ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik beberapa produk kosmetik dari peredaran karena ditengarai mengandung merkuri atau air raksa? Aneka kosmetik yang mengandung merkuri itu biasanya diiklankan bisa membuat kulit wajah lebih putih. Siapa tidak tertarik?
"Merkuri memang bisa membuat kulit, terutama wajah, lebih mengkilap. Masalahnya, paparan merkuri berefek sangat buruk. Dalam jangka pendek, bisa membuat beberapa bagian tubuh terus-menerus gemetaran. Dalam jangka panjang, bisa menyebabkan kerusakan pada susunan saraf pusat," kata DR. Dr. Rachmadhi Purwana, SKM, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Dalam hubungannya dengan air minum, DR. Rachmadhi mengaku prihatin akan pencemaran merkuri di sungai-sungai di Indonesia. Padahal, air baku, sebagai sumber air PAM, biasanya diambil dari sungai-sungai.
Di Indonesia, masyarakatnya juga bebas mengekstraksi emas di sungai menggunakan merkuri tanpa didukung pengetahuan yang memadai. Mereka rentan terpapar merkuri yang digunakan sebagai alat kerja, juga biasanya langsung membuang sisanya di sana.
Di negara-negara maju, penanganan mineral beracun yang bisa ditemui dalam termometer ini sangat ketat. Dicontohkan, bila ada sebuah termometer pecah, satu bangsal akan langsung dievakuasi.
Masih ingin wajah putih?
Ada dua macam sumber air bersih, yakni air tanah dan air yang didistribusikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Karena pajak untuk air tanah sangat tinggi, terutama di Jakarta, penduduknya "terpaksa" berlangganan air dari PDAM untuk keperluan sehari-hari, yakni mandi dan cuci, selain sebagai air minum.
Pajak tinggi diberlakukan karena pengambilan air tanah secara besar-besaran telah mengakibatkan turunnya permukaan tanah Jakarta, 6 hingga 12 cm setahun! Tak heran, banjir yang melanda Ibu Kota tambah lama tambah tinggi.
Sumber air bersih dari PDAM biasanya didapatkan dari sungai-sungai, dikenal sebagai air baku. Air baku inilah yang akan diproses sebelum didistribusikan ke rumah-rumah penduduk.
Bukan H2O
Untuk mempertahankan kebugaran, orang dewasa membutuhkan paling sedikit dua liter air bersih layak minum setiap hari. Diungkapkan DR. Dr. Rachmadhi Purwana, SKM, dari Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, air minum bukan berarti air murni (H20). Di dalamnya harus terkandung mineral dalam kadar tertentu yang tidak membahayakan kesehatan. Contoh mineral yang membahayakan, yakni PP (timah hitam atau timbel) dan arsen yang beracun dan bisa memicu kematian.
Menurut Peraturan Pengganti Undang-Undang Menteri Kesehatan No.907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus bebas dari kontaminasi bakteriologis, kimia, bahan organik, serta tidak mengandung pestisida dan desinfektan. Persyaratan ini dibuat karena air minum bisa menjadi sarana penularan penyakit.
Menurut DR. Rachmadhi, penyakit bisa berasal dari bahan hidup atau mikobra dan senyawa tak hidup atau logam dan senyawa kimia lain. Contohnya syarat bakteriologis, yakni air minum bebas dari bakteri E.coli, penyebab penyakit perut atau diare. Diare bisa terjadi bila air minum terkontak dengan kotoran manusia atau tinja.
"Bakteri E.coli merupakan bakteri patogen yang hidup dalam tubuh manusia. Keberadaan E.coli biasanya terdeteksi pada air yang baru saja terkontak dengan tinja. Karena E.coli tidak tahan hidup dalam air, dia akan hilang meskipun tinja masih ada," papar DR. Rachmadhi.
Untuk menghindari kontaminasi bakteri patogen yang merugikan, sebaiknya air direbus hingga benar-benar mendidih. Bila ragu-ragu, misalnya setelah direbus air berbau karbol, sebaiknya jangan diminum.
Batas aman
Di kota-kota besar, seperti Jakarta, kemungkinan air minum tercemar kotoran sangat besar. Seperti diungkapkan DR. Riant Nugroho dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, saat didistribusikan, sebenarnya air PAM sudah memenuhi standar kelayakan sebagai air minum. Air baku, sebagai sumber air yang didapatkan dari Instalasi Penjernihan Air (IPA) Jatiluhur, sudah diolah di instalasi-instalasi yang dimiliki PAM dengan hasil layak minum.
"Memang pernah ada kejadian, burung perkutut mati setelah diberi air PAM. Itu menandakan adanya bahan yang digunakan untuk mematikan bakteri patogen, dan jumlahnya pun harus tetap di bawah batas aman yang diperbolehkan untuk manusia. Yang paling aman, tampung air lebih dulu, lalu tunggu selama 10 menit sebelum diberikan kepada burung peliharaan," kata DR. Riant.
Masalahnya, dalam proses pendistribusian, banyak terjadi "kebocoran" yang bisa mengakibatkan mutu air PAM menurun. Kondisi inilah yang sampai sekarang masih coba diatasi pihak PAM DKI Jakarta.
"Kebocoran itu bisa macam-macam penyebabnya. Bisa pencurian air, kondisi pipa sudah tidak layak, atau konsumen memaksakan diri menyedot air PAM menggunakan pompa air karena mereka jengkel air keluar dalam jumlah kecil," tuturnya. "Kalau sudah begitu, kami tentu tidak bisa menjamin kualitasnya."
Penanganan air PAM oleh konsumen secara sembarangan, dijelaskan DR. Rachmadhi, juga berisiko menurunkan mutu air, misalnya bak penampungan yang sudah kotor atau berlumut. Karena itu, bak penampungan sebaiknya dikuras secara kontinyu.
Meski demikian, diakui DR. Riant, belum pernah ada keluhan kesehatan, misalnya gangguan kulit, terkait keberadaan air PAM.
Hindari Busa Berlimpah
Suka mencuci dengan busa melimpah? Merasa baju yang dicuci bisa lebih bersih bila memakai deterjen yang menghasilkan busa melimpah?
Mulai sekarang, tinggalkan kebiasaan buruk itu. Busa melimpah yang dihasilkan deterjen dalam proses pencucian, terutama baju, terbukti adalah sumber pencemar terburuk bagi mata air kita.
Deterjen adalah buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah bahan kimia lain seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. Deterjen menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) alkyl benzene sulfonat, yang mampu menghasilkan busa.
Busa inilah yang sampai sekarang diyakini bisa menghilangkan kotoran secara efektif. Masyarakat Indonesia yakin, semakin banyak busa yang dihasilkan, bisa semakin meringankan beban pekerjaan karena "bisa mencuci sendiri."
Opini yang sengaja dibentuk oleh produsen-produsen sabun cuci di Indonesia ini sungguh menyesatkan. Hasil beberapa penelitian, alkyl benzene sulfonat cenderung bersifat sebagai pencemar karena sifatnya yang sulit diurai oleh mikroorganisme. Karena itulah, di negara-negara maju, deterjen dengan busa berlimpah sudah dilarang digunakan karena tidak ramah lingkungan.
DR. Riant Nugroho, dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, menyebutkan bahwa deterjen nyata-nyata berpengaruh sangat buruk karena tidak bisa dihilangkan dalam proses pengolahan air baku menjadi air yang siap didistribusikan oleh perusahaan Pelayanan Air Minum (PAM). Satu-satunya cara yang mungkin dilakukan adalah membuangnya secara manual.
"Bisa Anda bayangkan, di setiap drum-drum pengolahan itu harus ada orang yang khusus mengambil busa deterjen menggunakan gayung sampai busa deterjen habis. Kami harus menggunakan cara manual karena tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan busa deterjen itu," katanya.
Tantangan baru bagi produsen sabun cuci atau deterjen di Indonesia.
Tak Layak Jadi Sumber Air Baku
The Curse City. Kota yang dikutuk. Julukan ini tampaknya pantas dilekatkan untuk Jakarta. Bayangkan, dari 13 sungai yang ada di Jakarta, tak satu pun layak dijadikan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduknya karena pencemarannya sangat buruk. Air baku inilah yang akan diolah sebelum didistribusikan ke rumah-rumah penduduk.
DR. Riant Nugroho dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum (PAM) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menyebutkan, kebutuhan air baku bagi penduduk Jakarta saat ini adalah 20 liter per detik. Pasokan yang bisa didapat dari Instalasi Penjernihan Air (IPA) di Jatiluhur, Jawa Barat, baru 16 liter per detik. Artinya, Jakarta bergantung pada pasokan air baku dari luar kota. Padahal, ada sekitar 15-20 persen air yang hilang selama proses pengolahan di instalasi-instalasi PAM.
Pasokan minim ini tentu berpengaruh kepada pelayanan air PAM. Keluhan yang sering terdengar adalah air mati hingga berhari-hari. Bila mengalir pun sangat sedikit. Baru agak melimpah di tengah malam, saat orang sedang tidur nyenyak.
"Kondisi demikian berdampak pada timbulnya pencurian yang dilakukan pelanggan. Pencurian ini bisa bermacam-macam caranya, salah satunya dengan menyedot memakai pompa bertenaga," kata DR. Riant.
Di sini kemudian berlaku hukum pasar. Karena tingginya permintaan air, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dengan mencuri air dalam jumlah besar untuk dijual lagi.
"Kami pernah menemukan pencurian air PAMM dalam skala besar di Jembatan Besi. Mereka menyiapkan penampung air berupa tangki yang ditaruh dalam truk. Pelakunya dibekingi pejabat," ujarnya.
Sayangnya, di Indonesia pencurian air tak dianggap serius, sehingga jarang diperkarakan sampai ke pengadilan. Kalaupun bisa, vonis yang dijatuhkan tidak memberi efek jera.
Tarif paling mahal
Tantangan lain di Jakarta, tarif air PAM rata-ratanya tertinggi di Asia, yaitu 70 cent dolar permeter kubik. Bandingkan dengan Singapura yakni 55, Filipina 35, Thailand 29, atau bahkan Malaysia yang hanya 22 cent dolar permeter kubik. Tarif tinggi ini berdampak pada permasalahan aksesibilitas air bersih bagi penduduk miskin.
Sebenarnya ada upaya "sederhana" untuk mengatasi ketersediaan air baku di kota Jakarta, khususnya. Semakin banyak air baku yang bisa dimanfaatkan, kuantitasnya bisa ditingkatkan dan tarif bisa ditekan. Upaya itu adalah melarang penduduk tinggal di bantaran sungai. Bila pun terpaksa membangun rumah dekat sungai, upayakan rumah menghadap sungai, bukan membelakangi.
Kecenderungan orang yang tinggal di bantaran sungai adalah membuang sampah di sana, yang bisa menyebabkan banjir dan membuatnya semakin tercemar.
Merkuri di Air Kita?
Masih ingat kehebohan di masyarakat ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik beberapa produk kosmetik dari peredaran karena ditengarai mengandung merkuri atau air raksa? Aneka kosmetik yang mengandung merkuri itu biasanya diiklankan bisa membuat kulit wajah lebih putih. Siapa tidak tertarik?
"Merkuri memang bisa membuat kulit, terutama wajah, lebih mengkilap. Masalahnya, paparan merkuri berefek sangat buruk. Dalam jangka pendek, bisa membuat beberapa bagian tubuh terus-menerus gemetaran. Dalam jangka panjang, bisa menyebabkan kerusakan pada susunan saraf pusat," kata DR. Dr. Rachmadhi Purwana, SKM, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Dalam hubungannya dengan air minum, DR. Rachmadhi mengaku prihatin akan pencemaran merkuri di sungai-sungai di Indonesia. Padahal, air baku, sebagai sumber air PAM, biasanya diambil dari sungai-sungai.
Di Indonesia, masyarakatnya juga bebas mengekstraksi emas di sungai menggunakan merkuri tanpa didukung pengetahuan yang memadai. Mereka rentan terpapar merkuri yang digunakan sebagai alat kerja, juga biasanya langsung membuang sisanya di sana.
Di negara-negara maju, penanganan mineral beracun yang bisa ditemui dalam termometer ini sangat ketat. Dicontohkan, bila ada sebuah termometer pecah, satu bangsal akan langsung dievakuasi.
Masih ingin wajah putih?
loading...
0 Response to "APAKAH AIR PAM LAYAK DIMINUM"
Posting Komentar