Obat merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat. Oleh karena itu, akses masyarakat terhadap obat harus diperluas mencakup ketersediaan jenis maupun jumlahnya.
''Selain itu, perlu diperhatikan pula jaminan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu obat serta penyebaran yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia,'' ujar Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu Sedyaningsih, dalam rilisnya, usai membuka 'Seminar Revitalisasi Penggunaan Obat Generik di Sarana Pelayanan Pemerintah', di Jakarta (12/1).
Revitalisasi penggunaan obat generik merupakan salah satu Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Untuk menggalakkan kembali penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan utamanya milik Pemerintah, kata Menkes, akan dilakukan langkah-langkah strategis.
Pertama, kata Menkes, peningkatan efisiensi penggunaan obat melalui penggunaan obat yang rasional dan harga terjangkau, harus dilaksanakan dengan didasarkan pada risk-benefit ratio dan cost benefit ratio. ''Diharapkan organisasi propinsi dan IDI berperan besar agar para dokter meresepkan obat generik,'' jelasnya.
Kedua, kata Menkes, peningkatan promosi penggunaan obat yang rasional utamanya obat esensial generik. Ini untuk menyeimbangkan promosi/iklan obat yang berlebihan dengan pendekatan edukatif bagi masyarakat dan profesi kesehatan, dan ketentuan yang jelas tentang etika promosi obat yang lebih etis dan obyektif serta implementasi dari code of conduct.
Ketiga, kata Menkes, untuk menjamin kesinambungan suplai obat dilakukan dengan meningkatkan daya saing industri farmasi nasional dan infrastruktur jaringan distribusi dan jika diperlukan diberikan insentif ekonomi yang wajar, tanpa mengabaikan jaminan terhadap kasiat, keamanan dan mutu.
Lalu, lanjut Menkes, keempat adalah sinergisme seluruh stakeholder terkait yakni pemerintah, lintas sektor, swasta, profesi dan masyarakat itu sendiri dalam upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat.
Kemudian kelima, ujar Menkes, untuk program jangka panjang dilakukan melalui skim Managed Care atau Sistem Jaminan Sosial Nasional yang melibatkan provider (dokter, rumah sakit dan pasien) dan third-party payer (managed care organitation/MCO) yang menjembatani antara provider dan pasien. ''Tentu dengan meyediakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan melalui pembatasan utilisasi yang berlebihan dan pengendalian biaya yang dikeluarkan,'' tegasnya.
Menkes menjelaskan, sidang ke-55 World Health Assembly (WHA) tahun 2002 menganggap perlunya memperkuat kembali (revitalisasi) posisi obat esensial dalam mengatasi ketersediaan dan keterjangkauan obat. Dari sidang itu keluar satu resolusi mengenai jaminan atas akses terhadap obat esensial, (Resolution WHA A55/49) 'Ensuring Accessibility of Essential Medicines'. eye
''Selain itu, perlu diperhatikan pula jaminan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu obat serta penyebaran yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia,'' ujar Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu Sedyaningsih, dalam rilisnya, usai membuka 'Seminar Revitalisasi Penggunaan Obat Generik di Sarana Pelayanan Pemerintah', di Jakarta (12/1).
Revitalisasi penggunaan obat generik merupakan salah satu Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Untuk menggalakkan kembali penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan utamanya milik Pemerintah, kata Menkes, akan dilakukan langkah-langkah strategis.
Pertama, kata Menkes, peningkatan efisiensi penggunaan obat melalui penggunaan obat yang rasional dan harga terjangkau, harus dilaksanakan dengan didasarkan pada risk-benefit ratio dan cost benefit ratio. ''Diharapkan organisasi propinsi dan IDI berperan besar agar para dokter meresepkan obat generik,'' jelasnya.
Kedua, kata Menkes, peningkatan promosi penggunaan obat yang rasional utamanya obat esensial generik. Ini untuk menyeimbangkan promosi/iklan obat yang berlebihan dengan pendekatan edukatif bagi masyarakat dan profesi kesehatan, dan ketentuan yang jelas tentang etika promosi obat yang lebih etis dan obyektif serta implementasi dari code of conduct.
Ketiga, kata Menkes, untuk menjamin kesinambungan suplai obat dilakukan dengan meningkatkan daya saing industri farmasi nasional dan infrastruktur jaringan distribusi dan jika diperlukan diberikan insentif ekonomi yang wajar, tanpa mengabaikan jaminan terhadap kasiat, keamanan dan mutu.
Lalu, lanjut Menkes, keempat adalah sinergisme seluruh stakeholder terkait yakni pemerintah, lintas sektor, swasta, profesi dan masyarakat itu sendiri dalam upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat.
Kemudian kelima, ujar Menkes, untuk program jangka panjang dilakukan melalui skim Managed Care atau Sistem Jaminan Sosial Nasional yang melibatkan provider (dokter, rumah sakit dan pasien) dan third-party payer (managed care organitation/MCO) yang menjembatani antara provider dan pasien. ''Tentu dengan meyediakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan melalui pembatasan utilisasi yang berlebihan dan pengendalian biaya yang dikeluarkan,'' tegasnya.
Menkes menjelaskan, sidang ke-55 World Health Assembly (WHA) tahun 2002 menganggap perlunya memperkuat kembali (revitalisasi) posisi obat esensial dalam mengatasi ketersediaan dan keterjangkauan obat. Dari sidang itu keluar satu resolusi mengenai jaminan atas akses terhadap obat esensial, (Resolution WHA A55/49) 'Ensuring Accessibility of Essential Medicines'. eye
loading...
0 Response to "Pemerintah Revitalisasi Penggunaan Obat Generik"
Posting Komentar