Banyak wanita yang terobsesi dengan bentuk tubuh yang sempurna. Mereka rela melakukan apa saja agar terlihat cantik, salah satunya dengan melakukan operasi plastik. Menurut para pakar, kecenderungan seperti ini justru dianggap sebagai gangguan mental.
Berdasarkan sebuah penelitian di Belgia, keinginan seseorang untuk mengubah bagian dari tubuh mereka melalui operasi merupakan salah satu gejala gangguan mental. Keinginan tersebut biasanya muncul setelah melihat bayangan mereka di cermin.
Penelitian itu melibatkan 226 pasien berusia 16 tahun ke atas untuk konsultasi operasi hidung. Berdasarkan hasil analisis, satu dari tiga pasien yang menjalani operasi hidung mengalami gangguan pengalaman dismorfik kecantikan tubuh atau BDD. Suatu kondisi kejiwaan yang ditandai oleh keinginan kuat untuk mengubah penampilan secara berlebihan.
"Studi ini menunjukkan bahwa prevalensi gejala BDD pada operasi kosmetik Rhinoplasty sangat tinggi. Apabila telah parah, hal itu bisa menyebabkan gejala dan efek negatif pada fungsi tubuh sehari-hari," ungkap salah seorang peneliti.
Dari semua pasien yang menjalani operasi hidung karena alasan untuk memperbaiki masalah pernapasan, hanya dua persen menunjukkan gejala BDD. Sementara mereka yang melakukan operasi dengan alasan kosmetik, 43 persen menunjukkan gejala BDD.
Pakar kejiwaan juga menyatakan jika operasi plastik pada pasien BDB masih terus dilakukan maka bisa membahayakan kondisi mental mereka. Biasanya penderita BDD tidak akan puas dengan hasil operasi tidak peduli seberapa baik hasilnya.
liputan6
loading...
0 Response to "Benarkah Melakukan Operasi Plastik adalah Tanda Gangguan Mental?"
Posting Komentar