Pemeriksaan kadar antibodi imunoglobulin E (Ig E)
melalui tes alergi selama ini dipercaya untuk memastikan apakah
seseorang menderita alergi tertentu. Namun rekomendasi terbaru
menyatakan diagnosa alergi seharusnya tidak cuma melalui pemeriksaan tes
alergi saja.
Tes alergi melalui pemeriksaan sampel darah atau
tes tusuk kulit dilakukan untuk mengukur antibodi yang terbentuk di
darah atau sekitar area kulit yang ditusuk saat seseorang terpapar
alergen. Namun tes semacan ini tidak dapat mengukur jenis reaksi alergi
yang bisa dialami seseorang.
Studi sebelumnya menyatakan sekitar 8
persen anak-anak akan mendapatkan hasil positif jika dilakukan tes
alergi. Padahal hanya sekitar 1 persen saja yang mengalami gejala fisik
alergi. Karena itu tes alergi konvensional seperti tes darah atau tusuk
kulit itu sebaiknya dilakukan juga tes tambahan yakni tes makanan.
Tes
tantangan makanan (food challenge) merupakan tes alergi dengan cara
meminta pasien mengasup makanan yang diduga memicu alergi, di bawah
supervisi medis. Tes ini merupakan standar baku untuk mendiagnosa alergi
makanan. Tes ini juga bisa mengukur apakah seseorang akan mengalami
reaksi alergi.
"Tes alergi memang membantu dokter membuat
diagnosa, namun tes itu sendiri bukan peluru ajaib untuk membuat
diagnosis atau prediksi penyakit," kata Dr.Robert Wood, ahli alergi dari
Johns Hopkins Children's Center.
Gejala alergi bisa muncul
kapan saja setelah terjadi interaksi antara tubuh dengan alergen
(pencetus alergi). Hal ini terjadi karena sistem imun kita memandang
alergen sebagai benda asing yang harus dilawan, akibatnya muncul reaksi
baik berupa ruam pada kulit, diare, bersin, dan lain sebagainya.
loading...
0 Response to "Tes Alergi Tak Selalu Akurat"
Posting Komentar